Senin, 05 April 2010

Lontong balap, masakan khas masyarakat Surabaya

Lontong balap merupakan masakan khas masyarakat Surabaya. Sajian ini cukup sederhana, kecambah yang telah direbus, disajikan dengan sedikit kuah rebusan. Ditambahkan irisan lontong dan tahu goreng, diatasnya ditambah kecambah rebus serta ditaburi potongan lento lalu disiram dengan kuah rebusan kecambah. Menikmati sajian ini akan lebih nikmat bila ditambah sambal petisnya yang khas serta ditambahkan sate kerang. Sate kerang dapat disajikan terpisah dan dinikmati dengan sambal petis yang khas lontong balap. Lentonya yang gurih dapat anda jadikan camilan, lento berasal dati kedelai godok yang dicampur dengan tepung dan digoreng

Di hampir semua pelosok daerah Surabaya anda dapat menjumpainya karena banya pedagan keliling yang menjual lontong balap. Apabila anda ingin makan dengan suasana khas tempo dulu, penjual menggunakan pikulan untuk menjual lontong balap. Anda dapat menjumpai para PKL menjual dengan pikulan di jalan kranggan surabaya tepatnya berada di depan ex bioskop garuda.

Mungkin tidak orang Surabaya menyangka bila penjual keliling lontong balap yang merupakan makanan khas Surabaya justru lebih banyak dari luar kota. Sebagian besar pendatang dari Gresik dan Mojokerto. Di Surabaya, para pedagang keliling ini berkumpul jadi satu, bermarkas di rumah mbah Rejeb atau yang disebut sebagai juragan lontong balap. Tepatnya berada di sebuah gang kecil di jalan semarang. Lelaki tua ini yang telah berumur lebih kurang 80 tahun ini masih gesit, dia terlihat tak biasa berdiam diri di usia tuanya. Bersama dengan sang istri, mbah rejo ini menjadi leader bagi para pedagang keliling lontong balap. Di rumahnya berkumpul 18 pedagang, mereka tinggal sementara dan juga menggunakan satu dapur yang sama untuk memasak dan mempersiapkan masakan dagangannya.

Apabila ditanya sejak kapan mbah Rejeb ini menjadi juragan bagi para pedagang keliliking lontong balap. Dia menjawab bahwa usahanya ini sudah dirintis sejak tahun 1950-an. Pada waktu itu semua penjual lontong balap masih memakai pikulan semua. Belum ada yang menggunakan gerobak dorong seperti sekaranng ini. Walaupun saat itu dia berstatus sebagai juragan namun dia juga ikut berjualan keliling namun sekarang tidak lagi, sekarang kerjanya hanya membuat lentho saja. Di umah mbah rejeb inilah, para pedagang mendapatkan modal awal untuk berjualan. Mulai dari minyak goreng, minyak tanah tahu, sate kerang sampai lento semua dari mbah ini. Setiap hari para pedagang berjualan keliling, masing-masing orang memiliki rute yang tidak sama. Dan hsil yang didapatkan setiap harinya di setor pada mbah Rejo selaku juragan. Nilainya disesuaikan dengan jumlah bahan telah mereka gunakan. Dalam jangka waktu tentunya mereka memiliki waktu libur, tepatnya pada bulan puasa. Di saat libur inilah mereka kembali kedesanya masing-masing dan beralih profesi menjadi buruh tani.

Sumber: Surabaya city gide free magazine
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...